Partai Gerindra menyatakan dukungannya terhadap usulan pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Partai berlambang kepala banteng ini menilai skema pemilihan tersebut lebih efisien dibandingkan pemilihan langsung oleh rakyat.
Efisiensi Anggaran dan Biaya Politik
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Sugiono, mengungkapkan bahwa partainya mendukung penuh rencana pelaksanaan pilkada oleh DPRD, baik di tingkat bupati, wali kota, maupun gubernur. Menurutnya, pemilihan melalui DPRD menawarkan efisiensi dari berbagai aspek, mulai dari penjaringan kandidat, mekanisme pemilihan, hingga penghematan anggaran dan biaya politik.
Sugiono mencontohkan, dana hibah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pelaksanaan pilkada pada tahun 2015 mencapai hampir Rp7 triliun dan terus meningkat signifikan. Pada tahun 2024, anggaran pilkada bahkan menembus lebih dari Rp37 triliun. “Itu merupakan jumlah yang bisa digunakan untuk hal-hal lain yang sifatnya lebih produktif, upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dan ekonomi rakyat. Saya kira ini adalah sesuatu yang perlu kita pertimbangkan,” ujar Sugiono.
Selain anggaran, Sugiono juga menyoroti tingginya biaya politik yang dibutuhkan calon kepala daerah. Ia mengakui bahwa ongkos kampanye yang besar seringkali menjadi hambatan bagi figur-figur kompeten untuk maju dalam kontestasi pilkada. “Biaya kampanye untuk seorang calon kepala daerah, kita terbuka saja, itu angkanya prohibitif. Mahal. Dan ini yang juga kita harus evaluasi, kita harus cari bagaimana supaya orang-orang yang benar-benar memiliki kemampuan mengabdi kepada masyarakatnya, mengabdi kepada bangsa dan negara itu, bisa maju tanpa harus dihalang-halangi oleh angka dan biaya kampanye yang luar biasa,” jelasnya.
“Dari sisi efisiensi, baik itu proses, mekanisme, dan juga anggarannya kami mendukung rencana untuk melaksanakan pilkada lewat DPRD,” tegas Sugiono.
Demokrasi dan Akuntabilitas
Sugiono berpendapat bahwa pilkada oleh DPRD tidak menghilangkan esensi demokrasi. Ia beralasan bahwa anggota DPRD merupakan wakil rakyat yang dipilih langsung melalui pemilihan umum. Lebih lanjut, ia menilai pilkada melalui DPRD justru dapat diawasi langsung oleh masyarakat dengan lebih ketat.
“Kalau kita melihat akuntabilitinya itu cenderung lebih ketat. Kalau misalnya partai politik itu ingin bertahan atau tetap hadir di daerah-daerah tersebut, tentu saja mereka harus mengikuti apa yang menjadi kehendak konstituennya,” tuturnya.
Selain itu, Sugiono menambahkan bahwa pilkada melalui DPRD berpotensi mengurangi polarisasi di masyarakat yang kerap terjadi dalam pilkada langsung. Namun, ia menekankan bahwa rencana ini harus dibahas dan dikaji secara mendalam dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat.
“Jangan sampai kemudian ini berkembang menjadi sesuatu yang sifatnya tertutup,” pungkasnya.






