Komisi Yudisial (KY) telah merekomendasikan sanksi ringan berupa nonpalu selama enam bulan bagi majelis hakim yang mengadili perkara korupsi importasi gula dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong. Rekomendasi ini merupakan hasil pemeriksaan KY atas laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang diajukan oleh Tom Lembong.
Rekomendasi tersebut tertuang dalam Putusan Nomor 0098/L/KY/VIII/2025. “Benar, surat rekomendasinya sudah dikirimkan ke MA (Mahkamah Agung),” ujar anggota sekaligus juru bicara KY, Anita Kadir, pada Sabtu (27/12/2025), dilansir Antara.
Dalam putusannya, KY menyatakan tiga hakim terlapor, yaitu DAF, PSA, dan AS, terbukti melanggar KEPPH. Pelanggaran tersebut merujuk pada Angka 1 butir 1.1. (5) dan 1.1. (7), Angka 4, Angka 8, serta Angka 10 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang KEPPH, juncto Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf c, Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 14 Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan KEPPH.
Oleh karena itu, KY mengusulkan sanksi sedang kepada para terlapor, yakni hakim nonpalu selama enam bulan. Keputusan ini diambil dalam sidang pleno KY pada Senin, 8 Desember 2025, yang dihadiri oleh lima komisioner KY periode sebelumnya, termasuk ketua merangkap anggota Amzulian Rifai, serta anggota Siti Nurdjanah, Mukti Fajar Nur Dewata, M Taufiq HZ, dan Sukma Violetta.
Sebelumnya, pada Agustus 2025, KY menerima laporan dugaan pelanggaran KEPPH dari Tom Lembong dan kuasa hukumnya. Laporan tersebut ditujukan kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan pidana 4 tahun 6 bulan penjara kepada Tom Lembong. Ia dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada 2015-2016 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp194,72 miliar.
Namun, Tom Lembong kemudian menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, yang menyebabkan peristiwa pidana yang didakwakan kepadanya ditiadakan. Ia pun dibebaskan dari Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta, pada 1 Agustus 2025.






