JAKARTA, 26 Desember 2025 – Serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat sejumlah kepala daerah, mulai dari gubernur hingga bupati, menjadi sorotan tajam di tengah perayaan Natal 2025. Menanggapi krisis integritas yang melanda para pejabat publik, Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo, menyerukan dilakukannya tobat nasional.
Refleksi Moral atas Krisis Integritas Pejabat
Seruan tobat nasional ini disampaikan Kardinal Suharyo usai memberikan khotbah di Gereja Katedral, Jakarta Pusat, pada Kamis (25/12/2025). Ia menekankan pentingnya refleksi moral bagi para pemimpin yang tidak menggunakan jabatannya untuk kebaikan masyarakat.
“Kalau sekarang kita membaca berita-berita, melihat televisi hari-hari ini, sudah sekian kali kita membaca berita bupati ini ditangkap KPK, gubernur itu, dan sebagainya. Ini kan artinya jabatannya tidak untuk mewujudkan kebaikan bersama, dia harus bertobat,” ujar Suharyo.
Menurutnya, para pejabat di setiap tingkatan semestinya mengubah pola pikir dalam memegang jabatan. Seorang pemimpin harus mengutamakan kepentingan rakyat banyak, bukan kepentingan pribadi.
“Siapa pun yang berada di dalam posisi, katakanlah, jabatan-jabatan suatu lembaga, kalau dia diberi kesempatan untuk menjabat, harapannya tidak menduduki jabatan. Jabatannya diduduki, kursinya diduduki, enak sekali duduk di kursi itu. Tetapi mengemban amanah,” tutur Suharyo.
Ia menambahkan, “Beda, ketika saya menduduki jabatan itu, waktu saya menggunakan jabatan itu, kepentingan saya sendiri. Tetapi ketika saya memangku jabatan, beda, jabatan itu saya pangku untuk kebaikan bersama.”
Ajakan Tobat Nasional Meluas ke Seluruh Elemen Masyarakat
Usulan tobat nasional tidak hanya ditujukan kepada para pejabat yang terjerat kasus korupsi. Kardinal Suharyo juga mengaitkan seruannya dengan kerusuhan yang sempat terjadi di Jakarta pada Agustus lalu, seraya mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk melakukan refleksi dan pertobatan bersama.
“Maka beberapa waktu yang lalu, ketika sedang ramai-ramai akhir bulan Agustus, saya memberanikan diri untuk mengatakan bangsa ini membutuhkan pertobatan nasional,” ungkap Suharyo.
Dalam momen Natal tahun ini, ia kembali mengajak semua pihak untuk bertobat demi mengembalikan cita-cita kemerdekaan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
“Semua, mesti bertobat. Mengembalikan cita-cita kemerdekaan kita yang terumuskan dalam Pancasila, yang terumuskan di dalam Undang-Undang Pembukaan, Undang-Undang Dasar 45, itu pertobatan nasional. Tapi dasarnya adalah pertobatan batin, memuliakan Allah, dan membaktikan hidup bagi Tuhan,” jelasnya.
Fokus Dengungkan Pertobatan Ekologis di 2026
Lebih lanjut, Kardinal Suharyo menyoroti isu kerusakan lingkungan yang telah memicu berbagai bencana di sejumlah wilayah. Menanggapi kondisi tersebut, ia menegaskan pentingnya pertobatan ekologis yang akan terus digaungkan oleh Keuskupan Agung Jakarta pada tahun 2026.
“Nah sekarang ini, yang sedang digalakkan, tahun depan, tahun 2026, Keuskupan Agung Jakarta memberi perhatian pada yang namanya tanggung jawab untuk menjaga lingkungan hidup. Maka ada yang namanya pertobatan ekologis, itu yang akan terus didengungkan,” katanya.
Suharyo menjelaskan bahwa pertobatan ekologis dapat diwujudkan melalui berbagai cara sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Ia mencontohkan pengelolaan sampah makanan.
“Pertobatan ekologis itu isinya macam-macam yang pernah dilakukan, susahnya atau sayangnya itu sekarang dilupakan. Salah satu bentuk pertobatan ekologis, misalnya salah satu contoh kecil, atau, kalau saya biasanya makan kalau tidak enak dibuang, sampah makanan itu di Indonesia kan besar sekali,” jelas Suharyo.
Ia melanjutkan, “Pertobatan ekologis artinya saya sekarang sebagai yang sedang bertobat, kalau ambil makanan ya jangan semau-mau matanya, tetapi diambil secukupnya supaya tidak menyisakan sampah. Itu pertobatan ekologis.”
Contoh lain yang diberikan adalah kebiasaan berbelanja tanpa menggunakan kantong plastik, melainkan beralih ke kantong yang lebih ramah lingkungan. Kedua hal tersebut merupakan bagian dari upaya Keuskupan Agung Jakarta dalam menyuarakan pertobatan ekologis.
“Macam-macam hal kecil seperti itu, salah satu bentuk pertobatan. Pertobatannya banyak sekali, bentuknya bisa macam-macam, menyangkut seluruh wilayah kehidupan manusia,” pungkasnya.






