Anggota Kelompok Ahli BNPT Bidang Kriminologi dan Kepolisian, Adrianus Meliala, menyoroti ideologi ekstremisme sayap kanan sebagai motif baru dalam kasus ledakan bom di SMAN 72 Jakarta pada November lalu. Menurutnya, kasus tersebut menunjukkan adanya isu baru yang menjadi motif teror, meskipun skalanya mungkin belum dianggap sebagai teror tradisional yang menjadi urusan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Motif Baru Terorisme di Indonesia
“Kasus SMA 72 itu menarik karena memperlihatkan bahwa ada isu baru yang menjadi motif teror, betapapun terornya tidak diakui sebagai teror tradisional yang menjadi urusan BNPT, tapi sebagai suatu gangguan keamanan. Ternyata ada yang namanya right-wing extremism itu menjadi motif dari pelaku teroristik tersebut,” ujar Adrianus dalam Pernyataan Pers Akhir Tahun BNPT di Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).
Adrianus menilai kasus ini menjadi bukti bahwa ideologi ekstremisme sayap kanan telah masuk ke Indonesia dan memengaruhi siswa pelaku ledakan bom tersebut. Ia mengungkapkan keprihatinannya atas penyebaran ideologi yang identik dengan Neo-Nazi dan supremasi kulit putih ini.
“Bayangkan, apa urusannya Neo-Nazi ke Indonesia? Apa urusannya supremasi kulit putih ke Indonesia? Ternyata itu ada dan yang mengembangkannya, artinya mengidapnya dalam pemikirannya, adalah seorang anak-anak,” katanya.
Ekstremisme Sayap Kanan sebagai Ancaman Global
Lebih lanjut, Adrianus memperingatkan bahwa ekstremisme sayap kanan berpotensi menjadi fenomena baru dalam terorisme di masa depan, mengingat sifatnya yang semakin mendunia.
“Tapi bayangkan bahwa betapa globalnya pemikiran right-wing ini, itu lalu kemudian juga bisa masuk ke Indonesia dan mungkin sekali akan menjadi warna baru bagi terorisme yang dikelola orang dewasa misalnya ke depan,” ujarnya.
Ia berharap ideologi berbahaya ini dapat dicegah penyebarannya di Indonesia. “Sekadar satu warning bagi kita semua,” tutup Adrianus.






