Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti penurunan skor dalam Monitoring Center for Strategic Prevention (MCSP) dan Skor Penilaian Integritas (SPI) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi. Penilaian ini menunjukkan bahwa Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Pemkab Bekasi belum berfungsi optimal.
Penurunan Skor APIP dan PBJ
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, skor APIP dalam MCSP Pemkab Bekasi tercatat hanya 65. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 75.
“Nilai pada area Pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam dua tahun terakhir, juga turut mengalami penurunan,” ujar Budi kepada wartawan pada Senin (29/12/2025).
Penurunan skor APIP ini berkorelasi dengan tingkat kerawanan korupsi pada sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ). Skor PBJ yang disurvei KPK di Pemkab Bekasi juga menunjukkan tren menurun. Pada tahun 2022, Pemkab Bekasi meraih skor 99 untuk PBJ, namun angka tersebut turun menjadi 72 pada tahun 2024.
“Catatan penurunan tersebut masih memperlihatkan bagaimana sektor PBJ yang seharusnya diperkuat dengan pengawasan APIP, belum berjalan dengan baik,” tambah Budi.
Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI)
Lebih lanjut, hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dilakukan KPK di Pemkab Bekasi juga menunjukkan penurunan skor. Pada tahun 2024, Pemkab Bekasi memperoleh skor 68, sedikit menurun dari angka 68,04 pada tahun sebelumnya.
“Demikian halnya dengan area PBJ yang dinilai oleh dimensi komponen internal di lingkungan Pemkab Bekasi. Skor pada 2022 menunjukkan nilai positif mencapai 91. Hanya saja, menurun menjadi 87,26 pada 2023, dan turun signifikan menjadi 62,61 di tahun 2024,” jelasnya.
KPK menekankan bahwa sistem MCSP dan SPI dirancang sebagai peringatan dini untuk mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan guna mencegah praktik korupsi.
Momentum Perbaikan Pasca-OTT
KPK berharap penindakan terhadap Bupati nonaktif Ade Kuswara Kunang dapat menjadi momentum evaluasi menyeluruh bagi Pemkab Bekasi. Tujuannya adalah untuk memperkuat sistem pemerintahan daerah demi peningkatan kualitas pelayanan publik.
“KPK berharap penindakan yang dilakukan saat ini dapat menjadi momentum evaluasi menyeluruh bagi Pemkab Bekasi untuk memperkuat sistem roda pemerintahan daerah. Upaya perbaikan tersebut diharapkan bermuara pada pelayanan publik yang semakin berkualitas dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” papar Budi.
Sebelumnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Bekasi terkait kasus suap ijon proyek pada Kamis (18/12/2025). Bupati Ade Kuswara Kunang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima uang ijon proyek senilai Rp 9,5 miliar. Selain Ade, KPK juga menetapkan ayahnya, HM Kunang, dan Sarjan sebagai tersangka.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa uang tersebut merupakan uang muka untuk jaminan proyek yang rencananya akan digarap tahun depan. Pemberian uang senilai total Rp 9,5 miliar itu dilakukan dalam empat kali penyerahan melalui perantara.
“Total ijon yang diberikan oleh SRJ kepada ADK dan HMK mencapai Rp 9,5 miliar, pemberian uang dilakukan dalam 4 kali penyerahan kepada melalui para perantara,” kata Asep.
Usai ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu (20/12/2025), Ade Kuswara Kunang sempat menyampaikan permintaan maaf saat digiring menuju mobil tahanan KPK.






