Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Penghentian ini dilakukan setelah delapan tahun kasus tersebut berjalan dan sempat menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka.
Kasus Berjalan Delapan Tahun
Kasus ini pertama kali diumumkan oleh KPK pada 3 Oktober 2017. Saat itu, KPK menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK periode tersebut, Saut Situmorang, menyatakan bahwa indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan Aswad diperkirakan lebih besar dari kasus korupsi e-KTP.
“Indikasi kerugian negara yang sekurang-kurangnya Rp 2,7 triliun yang berasal dari penjualan produksi nikel, yang diduga diperoleh dari proses perizinan yang melawan hukum,” ujar Saut di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/10/2017).
Penyidikan kasus ini terus berlanjut meskipun terjadi pergantian kepemimpinan di KPK. Pada tahun 2023, Aswad Sulaiman sempat diperiksa kembali sebagai tersangka, namun tidak ditahan karena alasan sakit.
Penerbitan SP3 Karena Tak Cukup Bukti
Terbaru, KPK mengumumkan telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus tersebut. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa penyidik tidak menemukan kecukupan bukti meskipun tersangka telah ditetapkan.
“Bahwa tempus perkaranya adalah 2009, dan setelah dilakukan pendalaman pada tahap penyidikan tidak ditemukan kecukupan bukti,” kata Budi kepada wartawan, Jumat (26/12/2025).
Menurut Budi, penerbitan SP3 bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait. KPK juga menyatakan tetap terbuka jika ada informasi baru mengenai kasus ini.
“Sehingga KPK menerbitkan SP3 untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak terkait. Kami terbuka, jika masyarakat memiliki kebaruan informasi yang terkait dengan perkara ini untuk dapat menyampaikannya kepada KPK,” imbuhnya.






