Berita

Anggota DPR Imbau Kasus Nenek Elina Tak Dikaitkan dengan Suku Madura

Advertisement

Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Timur XI yang meliputi wilayah Madura, R. Imron Amin atau yang akrab disapa Ra Ibong, menyuarakan keprihatinan mendalam atas kasus viral yang menimpa nenek Elina Widjajanti (80) di Surabaya. Nenek Elina diduga diusir paksa dari rumahnya oleh oknum anggota organisasi masyarakat (ormas). Ra Ibong secara tegas meminta agar kasus ini tidak dikait-kaitkan dengan suku Madura.

Seruan Jaga Harmoni Sosial

“Saya meminta dengan hormat, jangan membawa-bawa nama suku Madura dalam kasus apa pun. Warga Madura di mana pun berada selalu menjaga andhap asor (etika) sebagaimana yang diajarkan oleh para sesepuh dan nenek moyang kita,” ujar R. Imron Amin kepada wartawan pada Senin (29/12/2025).

Ra Ibong menekankan bahwa tindakan yang dilakukan oleh individu tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan generalisasi atau memberikan stigma negatif terhadap suatu kelompok masyarakat. Ia mengingatkan bahwa pelabelan yang didasarkan pada kesukuan berpotensi besar untuk memperkeruh suasana, menumbuhkan prasangka buruk, serta mengganggu kerukunan sosial yang telah terjalin.

“Tolong jangan membawa nama Madura. Mari kita jaga bersama ketertiban dan kerukunan. Jangan dikaitkan dengan suku Madura, baik itu soal ormas maupun yang semacamnya. Biarkan proses berjalan sesuai hukum, dan mari kedepankan adab dalam menyikapi informasi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ra Ibong mengimbau seluruh masyarakat untuk bersikap bijak dalam menggunakan media sosial. Ia mengajak untuk tidak menyebarkan ujaran kebencian, provokasi, maupun konten yang berpotensi menimbulkan stigma kesukuan.

“Mari kita fokus pada substansi penyelesaian masalah sesuai mekanisme yang berlaku, bukan memperluasnya menjadi konflik sosial,” tambahnya.

Kronologi Dugaan Pengusiran Nenek Elina

Kasus ini bermula ketika Nenek Elina Widjajanti diduga diusir secara paksa dari rumahnya yang beralamat di Dukuh Kuwuhan 27, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Jawa Timur. Nenek Elina juga dilaporkan menjadi korban penganiayaan dalam peristiwa tersebut. Momen pengusiran yang terekam dalam video sempat viral dan tersebar luas di media sosial.

Advertisement

Dalam video tersebut, terlihat Nenek Elina sempat menolak untuk keluar dari rumahnya. Namun, beberapa pria yang diduga berasal dari ormas menarik dan mengangkat paksa tubuhnya agar mau meninggalkan kediaman tersebut. Kuasa hukum korban, Wellem Mintarja, menyatakan bahwa sekitar 30 orang diduga melakukan pengusiran paksa tanpa adanya putusan pengadilan yang sah.

“Kemungkinan antara 30 orang yang diduga melakukan pengusiran secara paksa, terus kemudian melakukan eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan. Di situ nenek ditarik, diangkat, kemudian dikeluarkan dari rumah dan ada saksinya,” ujar Wellem.

Kejanggalan Klaim Kepemilikan

Pihak kepolisian telah menangkap Samuel Ardi Kristanto, yang diduga sebagai pembeli tanah dan pihak yang mengusir Nenek Elina. Samuel diamankan di Gedung Ditreskrimum Polda Jawa Timur.

Wellem Mintarja, pengacara Nenek Elina, mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan terkait klaim kepemilikan rumah yang berujung pada dugaan pengusiran paksa kliennya. Kejanggalan tersebut meliputi munculnya akta jual beli dan perubahan surat tanah yang dinilai janggal.

Wellem menjelaskan bahwa rumah tersebut telah ditempati oleh Nenek Elina bersama kakak kandungnya, Elisa Irawati, sejak tahun 2011. Elisa meninggal dunia pada tahun 2017. Namun, pada Agustus 2025, muncul seorang bernama Samuel yang mengklaim telah membeli rumah tersebut dari Elisa pada tahun 2014.

“Nah, 2014 itu sampai jeda waktu segitu lamanya 11 tahun tahun, itu dia tidak pernah sama sekali menunjukkan bahwa saya pembeli apa dan sebagainya enggak. Tetapi 2025 tiba-tiba mengklaim,” kata Wellem kepada wartawan di Polda Jatim, seperti dilansir detikJatim, Minggu (28/12).

Advertisement