Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, merespons penolakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta menjadi Rp 5.729.876 oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Rano Karno menegaskan bahwa keputusan tersebut telah melalui proses panjang dan melibatkan berbagai pihak.
Proses Pengambilan Keputusan UMP
Rano Karno menjelaskan bahwa penetapan UMP merupakan hasil dari Dewan Pengupahan yang bersifat tripartit, melibatkan pemerintah daerah, buruh, dan pengusaha. “UMP itu kan keputusan dari Dewan Pengupahan. Dewan Pengupahan itu terdiri dari tripartit. Di situ ada pemerintah daerah, ada buruh, dan ada pengusaha. Kalaupun Pak Gubernur sudah mengeluarkan Pergub, itu melalui proses panjang,” ujar Rano di PAM Jaya Corporate Learning, Duren Sawit, Jakarta Timur, Minggu (28/12/2025).
Ajakan Dialog dan Aspirasi Buruh
Menanggapi sikap KSPI, Rano Karno mengajak serikat pekerja untuk duduk bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ia menekankan bahwa buruh memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi sesuai dengan mekanisme yang berlaku. “Apakah nanti kawan-kawan buruh akan demo atau protes? Itu kembali kepada hak. Ada mekanismenya, bisa Pertun, bisa PTUN. Itu mekanisme biasa. Cuma marilah kita duduk bersama,” kata Rano Karno.
Lebih lanjut, Rano Karno menambahkan bahwa angka Rp 5,7 juta tersebut juga disertai dengan berbagai bentuk subsidi dari Pemprov DKI Jakarta untuk buruh. “Rp 5,7 (juta) sebetulnya komponen Jakarta juga mengeluarkan subsidi untuk teman-teman buruh. Misalnya apa? Transportasi. Misalnya apa? Sembako murah. Itu komponen untuk meningkatkan,” jelasnya.
Dinamika Kehidupan di Jakarta
Menurut Rano Karno, penolakan dari KSPI merupakan dinamika yang wajar dalam proses pengambilan keputusan di Jakarta. Ia melihat hal ini sebagai realitas kehidupan yang harus dihadapi bersama. “Artinya ini realitas yang terjadi Jakarta, duduk bersama, kesepakatan terjadi. Kalaupun memang timbul ada ketidakpuasan itu sangat wajar, itu dinamika kehidupan. Karena itu nanti kita cari jalannya seperti apa,” ungkapnya.
Kritik KSPI Terhadap UMP Jakarta
Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) secara tegas menolak penetapan UMP DKI Jakarta sebesar Rp 5.729.876. Serikat buruh menilai angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Bekasi dan Karawang, Jawa Barat.
“Kami menolak. Saya ulangi, KSPI dan Partai Buruh menolak kenaikan upah minimum DKI Jakarta Tahun 2026 yang ditetapkan dengan indeks 0,75 sehingga UMP-nya hanya Rp 5,73 juta,” kata Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, kepada wartawan, Jumat (26/12).
Said Iqbal menyatakan bahwa seluruh aliansi buruh di DKI Jakarta telah menyepakati tuntutan agar Gubernur DKI Jakarta menetapkan upah minimum sebesar 100 persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Menurut perhitungan KSPI, nilai 100 persen KHL versi Kementerian Ketenagakerjaan adalah Rp 5,89 juta per bulan, yang berarti terdapat selisih sekitar Rp 160 ribu dari UMP yang telah ditetapkan.
“Selisih Rp 160 ribu itu sangat berarti bagi buruh. Itu bisa untuk makan, transportasi, atau kebutuhan dasar lainnya,” ujar Said Iqbal.
Said juga mempertanyakan logika penetapan UMP DKI Jakarta yang lebih rendah dari UMK Kabupaten Bekasi dan Karawang, yang telah mencapai sekitar Rp 5,95 juta, padahal biaya hidup di Jakarta jauh lebih mahal. “Apakah masuk akal upah minimum Jakarta lebih rendah dari Bekasi dan Karawang, sementara biaya hidup Jakarta jauh lebih mahal?” katanya.






